KASIH SAYANG

KASIH SAYANG

20091203

Siapa Sultan yang miskin dan tak bayar zakat

Beliau ialah Sultan Salahuddin Al Ayubi pembebas Kota Jurusalem.

Sultan Salahuddin Al Ayubi mengobarkan semangat perjuangan Islam dengan cara memerintahkan kepada umat Islam supaya tiap tahun diadakan perayaan Maulid Nabi. Sultan Salahuddin Al Ayubi adalah yang menghidupkan Maulid Nabi Muhammad saw, hingga Islam terus berjaya membebaskan Kota Jurusalem.

Sultan Salahuddin Al Ayubi akan pergi ke seluruh pelosok tanah air dengan mata yang berlinang mengajak manusia supaya bangkit membela Islam.

Sultan Salahuddin Al Ayubi tidak pernah membayar zakat kerana ia tidak mempunyai harta yang cukup nisab.

Sultan Salahuddin Al Ayubi teringin sangat menunaikan haji ke Mekah tetapi ia tidak pernah berkesempatan.

Pada hari Jumaat, 27 Rajab, 583H, iaitu pada hari Isra' Mi'raj, Sultan Salahuddin Al Ayubi telah memasuki bandar suci tempat Rasulullah saw. naik ke langit.

Lane-Poole mengesahkan bahawa kebaikan hati Sultan Salahuddin Al Ayubi telah mencegahnya daripada membalas dendam.

Lane-Poole juga menuliskan Sultan Salahuddin Al Ayubi seorang penakluk yang paling penyantun dan baik hati di zamannya bahkan mungkin di sepanjang zaman.

Pada hari Rabu, 27 Safar, 589H, pulanglah Sultan Salahuddin Al Ayubi ke rahmatullah selepas berhempas pulas mengembalikan tanah air Islam pada usia 57 tahun.

Sultan Salahuddin Al Ayubi tidak meninggalkan harta kecuali satu dinar dan 47 dirham ketika ia wafat. Tiada rumah-rumah, barang-barang, tanah, kebun dan harta-harta lain yang ditinggalkannya. Bahkan harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk pengkebumiannya. Keluarganya terpaksa meminjam wang untuk menanggung belanja pengkebumian ini. Bahkan kain kafan pun diberikan oleh seorang menterinya.

Sultan Salahuddin Al Ayubi suka sembahyang berjemaah, bahkan ketika sakitnya ia akan memaksa dirinya berdiri di belakang imam.

Sultan Salahuddin Al Ayubi sentiasa mengerjakan sembahyang sunnat malam.

Sultan Salahuddin Al Ayubi sangat murah hati dan akan menyedekahkah apa yang ada padanya kepada fakir miskin.

Sultan Salahuddin Al Ayubi tidak meninggalkan harta.

Sultan Salahuddin Al Ayubi adalah seorang Islam yang taat kepada Allah, sangat peka kepada keadilan, pemurah, lembut hati, sabar dan tekun.

Sultan Salahuddin Al Ayubi telah memberikan masa untuk rakyat dua kali seminggu, iaitu pada hari Isnin dan Selasa.

Sultan Salahuddin Al Ayubi sendiri akan membacakan aduan yang diterimanya dan mengucapkannya untuk dituliskan oleh jurutulis tindakan yang perlu diambil dan terus ditandatanganinya pada masa itu juga.

Jika ada orang membuat aduan, ia akan mendegarkan dengan teliti dan kemudian memberikan keputusannya.

Suatu hari seorang lelaki telah membuat aduan berkenaan Taqiuddin, anak saudaranya sendiri. Dengan segera ia memanggil anak saudaranya itu dan meminta penjelasan. Dalam ketika yang lain ada orang yang membuat tuduhan kepada Sultan Salahuddin Al Ayubi sendiri. Yang memerlukan penyiasatan. Walaupun tuduhan orang itu didapati tidak berasas, ia telah menghadiahkan orang itu sehelai jubah dan beberapa pemberian yang lain.

Sultan Salahuddin Al Ayubi adalah seorang yang mulia dan baik hati, lemah lembut, penyabar dan sangat benci kepada ketidakadilan.

Sultan Salahuddin Al Ayubi sentiasa mengabaikan kesilapan-kesilapan pembantu-pembantu dan khadam-khadamnya. Jika mereka melakukan kesilapan yang memanaskan hatinya, ia tidak pernah menyebabkan kemarahannya menjatuhkan air muka mereka.

Hatinya memang sangat lembut hingga ia sangat mudah terkesan apabila melihat orang dalam kesusahan dan kesedihan.

http://ustaznaim.blogspot.com/2009/11/mengenali-tokoh-islam-yang-ulung.html
http://ms.wikipedia.org/wiki/Salahuddin_al-Ayyubi

Renungan Maulid Nabi
RENUNGAN MAULID NABI

Oleh Drs. H. Irfan Anshory

SEBAGAI pembuka wacana, ada baiknya kita kutip amanat Presiden Sukarno pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, tanggal 6 Agustus 1963 (Penerbitan Sekretariat Negara No.618/1963):

Sore-sore saya dibawa oleh Presiden Suriah Sukri al-Kuwatly ke makam Salahuddin. Lantas Presiden Kuwatly bertanya kepada saya, apakah Presiden Sukarno mengetahui siapa yang dimakamkan di sini? Saya berkata, saya tahu, of course I know. This is Salahuddin, the great warrior, kataku. Presiden Kuwatly berkata, tetapi ada satu jasa Salahuddin yang barangkali Presiden Sukarno belum mengetahui. What is that, saya bertanya. Jawab Presiden Kuwatly, Salahuddin inilah yang mengobarkan Api Semangat Islam, Api Perjuangan Islam dengan cara memerintahkan kepada umat Islam supaya tiap tahun diadakan perayaan Maulid Nabi.

Jadi Salahuddin, saudara-saudara, sejak Salahuddin tiap-tiap tahun umat Islam memperingati lahirnya, dan dikatakan oleh Pak Mulyadi tadi, juga wafatnya Nabi Muhammad SAW. Peringatan Maulid Nabi ini oleh Salahuddin dipergunakan untuk membangkitkan Semangat Islam, sebab pada waktu itu umat Islam sedang berjuang mempertahankan diri terhadap serangan-serangan dari luar pada Perang Salib. Sebagai strateeg besar, saudara-saudara, bahkan sebagai massapsycholoog besar, artinya orang yang mengetahui ilmu jiwa dari rakyat jelata, Salahuddin memerintahkan tiap tahun peringatilah Maulid Nabi.

Sebagaimana dijelaskan dalam amanat Bung Karno di atas, peringatan Maulid Nabi untuk pertama kalinya dilaksanakan atas prakarsa Sultan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (memerintah tahun 1174-1193 Masehi atau 570-590 Hijriyah) dari Dinasti Bani Ayyub, yang dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama “Saladin”. Meskipun Salahuddin bukan orang Arab melainkan berasal dari suku Kurdi, pusat kesultanannya berada di Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia.

Pada masa itu Dunia Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Perancis, Jerman, Inggris). Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Jerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi gereja! Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun Khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di Baghdad, sebagai lambang persatuan spiritual.

Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Dia menghimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabi`ul-Awwal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan Maulid Nabi menjadi tradisi yang permanen bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.

Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syi`ar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Baghdad, ternyata Khalifah setuju. Maka pada ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa haramain (dua tanah suci Makkah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera mensosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriyah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabi`ul-Awwal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriyah) Jerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi mesjid kembali sampai hari ini.

Jika kita membuka lembaran sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa, perayaan Maulid Nabi dimanfaatkan oleh para Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.

Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga, Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang ‘pengampunan’ yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, “Dia mengampuni”).

Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata gerebeg artinya ‘mengikuti’, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju mesjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).

Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.

http://irfananshory.blogspot.com/2009/03/renungan-maulid-nabi.html

Tiada ulasan: